The Cost of Living

Dulu..dulu sekali waktu saya masih ingusan, ketika pengetahuan tentang India terbatas pada film India yang banyak diputer di televisi era 90an, bayangan tentang negeri seberang itu terbatas pada kotak musik berputar...wanita cantik dengan pusar keliatan, tarian sexy dan adu jotos antar lakon.

Sekarang...dalam usia twenty sekian, India mulai saya pahami melalui kacamata seorang Arundhati Roy. Arundhati ini salah satu novelis favorit saya. Seorang arsitek yang tinggal di New Delhi, novelis perempuan yang buku pertamanya The God of Small Things memenangkan Booker Prize, menempati daftar buku terlaris di New York Times selama 49 minggu dan diterbitkan dalam 33 bahasa di dunia...wow..bener – bener kereeeen...

Kalo diinget2, buku pertama yang saya baca dari Arundhati itu The Cost of Living. Memang bukan buku best seller macem The God of Small Things, tapi buku ini membuat saya terpaku dan termanjakan atas suguhan bahasa yang akrobatik dan kemanusiaannya yang kuat tentang masa depan negeri tercintanya, India. Dalam polemik yang penuh semangat nasionalisme, ia menantang dua ilusi kemajuan besar di India : proyek bendungan masal yang dipandang menyeret anak benua yang lintang pukang ini ke dalam era modern yang menelan biaya tidak terkira, dan peledakan bom pertama di India dengan semua tawar menawar tak adil yang menyertai.

Buku yang memiliki kekuatan suara jiwa dan imajinasi, membongkar kedok demokrasi dan kesejahteraan untuk menunjukkan biaya sesungguhnya yang tersembunyi di balik semua proyek pembangunan itu.

Well, saya jadi mikir..bukankah carut marut dalam novel berpolemiknya Arundhati, bukan hanya terjadi di India, tapi di negeri kita juga ? Sketsa masyarakat yang kacau balau, dimana hidup orang banyak dikorbankan demi kesenangan segelintir orang.

Trus apa yang sudah kita lakukan buat negeri ini?

Yogyakarta, 2007

Comments

Popular Posts