Sokola Rimba
Puihhh...iri habis saya sama Saur Marlina Manurung alias Butet Manurung.
Dia, yang 8 tahun lebih tua dari saya, punya pengalaman yang buat ngomongin aja bikin saya jadi minder lagi keder. Keikutsertaannya di pendakian puncak Trikora di pegunungan Jaya Wijaya, Wamena, Irian Barat tahun 1993 plus pendakiannya di Annapurna Range, Himalaya, Nepal, di penghujung 2006 jadi suatu impian yang saya nggak berani bayangin. Gimana berani mbayangin bakal berpetualang kaya dia, lha tabungan seumur hidup si Butet aja habis ludes buat perjalanannya ke Annapurna itu, hehe... Nggak kuat mentallah saya sekarang ini...
Minggu ini dalam perjalanan ke Pusat Penyelamatan Satwa Jogja, saya mampir beli bukunya Butet : Sokola Rimba – Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba. Well, melankolis ato ga, dengan membaca tulisan Butet saya merasa menjadi tercerahkan.
Kalau saya pikir - pikir, siapa sih yang berhak membuat definisi dan mengklaim diri sebagai yang paling ‘beradab’? Catatan Butet toh memperlihatkan kelumpuhan teori di hadapan pengalaman manusia dan fakta – fakta tentang keseharian mereka. Sebaliknya, si pemilik pengalaman itulah yang berhak atas definisi dan teori tentang diri dan kehidupannya.
Memahami Butet, membuat kita harus mengoreksi banyak hal yang secara umum diasumsikan, diyakini dan disebarkan oleh kaum cerdik pandai, politisi, pengusaha, pemimpin agama dan siapappun pemegang kekuasaan dominan. Seluruhnya membawa saya dalam perenungan yang mendalam dan panjang tentang makna ‘peradaban’ dan tentang ‘keindonesiaan’.
Saya jadi ingat orang Baduy, Kalimantan Selatan, yang tidak butuh sekolah. Kata mereka, mendingan bodoh daripada pintar buat minterin orang lain. Bagi saya, Butet ini menunjukkan gambaran anak muda Indonesia, yang mau hidup berbagi dengan orang yang terpinggirkan dari arus modernisasi. Butet memberikan contoh, bahwa ilmu yang kita miliki harus dibagikan kepada orang lain yang kesulitan menjangkaunya.
Well, Butet ternyata memnag sudah melampaui generasi kami, anak manusia yang lahir setelah era 70-an, yang umumnya menyukai cara ‘seduh langsung makan’.
Pelajaran berharga buat saya, Butet
Bahwa berbagi itu indah ...
16 Agustus 2007, Perenungan untuk hari kemerdekaan RI
Kerja masih jauh dari selesai ..
Dia, yang 8 tahun lebih tua dari saya, punya pengalaman yang buat ngomongin aja bikin saya jadi minder lagi keder. Keikutsertaannya di pendakian puncak Trikora di pegunungan Jaya Wijaya, Wamena, Irian Barat tahun 1993 plus pendakiannya di Annapurna Range, Himalaya, Nepal, di penghujung 2006 jadi suatu impian yang saya nggak berani bayangin. Gimana berani mbayangin bakal berpetualang kaya dia, lha tabungan seumur hidup si Butet aja habis ludes buat perjalanannya ke Annapurna itu, hehe... Nggak kuat mentallah saya sekarang ini...
Minggu ini dalam perjalanan ke Pusat Penyelamatan Satwa Jogja, saya mampir beli bukunya Butet : Sokola Rimba – Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba. Well, melankolis ato ga, dengan membaca tulisan Butet saya merasa menjadi tercerahkan.
Kalau saya pikir - pikir, siapa sih yang berhak membuat definisi dan mengklaim diri sebagai yang paling ‘beradab’? Catatan Butet toh memperlihatkan kelumpuhan teori di hadapan pengalaman manusia dan fakta – fakta tentang keseharian mereka. Sebaliknya, si pemilik pengalaman itulah yang berhak atas definisi dan teori tentang diri dan kehidupannya.
Memahami Butet, membuat kita harus mengoreksi banyak hal yang secara umum diasumsikan, diyakini dan disebarkan oleh kaum cerdik pandai, politisi, pengusaha, pemimpin agama dan siapappun pemegang kekuasaan dominan. Seluruhnya membawa saya dalam perenungan yang mendalam dan panjang tentang makna ‘peradaban’ dan tentang ‘keindonesiaan’.
Saya jadi ingat orang Baduy, Kalimantan Selatan, yang tidak butuh sekolah. Kata mereka, mendingan bodoh daripada pintar buat minterin orang lain. Bagi saya, Butet ini menunjukkan gambaran anak muda Indonesia, yang mau hidup berbagi dengan orang yang terpinggirkan dari arus modernisasi. Butet memberikan contoh, bahwa ilmu yang kita miliki harus dibagikan kepada orang lain yang kesulitan menjangkaunya.
Well, Butet ternyata memnag sudah melampaui generasi kami, anak manusia yang lahir setelah era 70-an, yang umumnya menyukai cara ‘seduh langsung makan’.
Pelajaran berharga buat saya, Butet
Bahwa berbagi itu indah ...
16 Agustus 2007, Perenungan untuk hari kemerdekaan RI
Kerja masih jauh dari selesai ..
Comments