Bukan sekedar berdebat

Peringatan hari Bumi tahun ini hampir sama dengan tahun kemarin. Nggak banyak aktivitas nyata yang dilakukan beberapa ’pemeringat’ (blank nih, padanan katanya apa ya?) kegiatan ini. Masih saja berkutat di seputar global warming, bumi yang makin panas sehingga banyak aktivitas pembersihan lingkungan ’sehari’ untukmenciptakan udara yang segar lagi bersih di beberapa kawasan (kebanyakan di lingkungan kampus).

Well, secara nggak sengaja saya menemukan tulisan yang isinya mati – matian menganggap bahwa pemanasan global adalah mitos belaka, plus mengatakan bahwa kekuatan manusia terhadapnya dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan. Penulisnya Christopher C. Horner adalah seorang pengamat ekonomi lingkungan sekaligus pengarang buku The Politically Incorrect Guide on Global Warming and Environmentalism (Regnery Publishing, 2007). Pemaparan dan argumen yang dikemukakannya cukup masuk akal, setidaknya menurut saya.

Soal temperatur bumi yang mulai memanas, misalnya, dipertanyakan oleh Horner: perbandingannya dengan waktu kapan? Jika dibandingkan dengan era 1970-an atau Jaman Es, jelas temperatur global saat ini lebih nyaman dan relatif hangat, tentunya. Namun jika rujukannya di geser ke 1930-an , atau 1000 M – atau bahkan 1998 – suhu saat ini lebih ’dingin’. Pemanasan juga tidak anggap sebagai suatu malapetaka, tetapi berkah karena pendinginan seperti pada Jaman es justru lebih mendekati kriteria bencana.

Selain membahas temperatur Bumi, Horner mengupas satu per satu fenomena yang dianggap oleh sebagian pihak sebagai parameter penting pemanasan global; konsentrasi CO2 di udara, pelelehan gletser, dan kenaikan permukaan air laut. Dia juga mempertanyakan peran manusia dalam proses terjadinya perubahan iklim.

Pendukung Horner banyak, yang menentang juga tak kalah banyak. Lalu, siapa yang hendak Anda percayai?

Bagi saya, pemanasan global bagaikan penyakit kronis yang membunuh pelan – pelan, Terlepas dari kontroversi para ilmuwan, dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan manusia yang abai terhadap kearifan alam tampak jelas di depan mata. Bahkan di tempat kita, beberapa daerah di Indonesia, banyak suku – suku asli yang harus hengkang dari kampung mereka.

So, menyalahkan Bumi semata atas bencana lingkungan seperti pemanasan global tentu bukanlah tindakan bijaksana. Perdebatan tidaklah selalu berujung pada keadaan positif di mana perbedaan pendapat akan semakin memperkaya warna hidup.

Untuk satu proses ini, jelas dibutuhkan dari sekedar berdebat.
Kita harus berbuat untuk Bumi ini.

April, 2008
Renungan untuk Hari Bumi 22 April

Comments

Popular Posts