Nikmat bernama buku
Wiken ini kuhabiskan waktu dengan membaca.
terkadang terdiam,
tertegun,
pun tercengang,
sejenak masuk dalam labirin autistik membaca.
menjelajah relung pemikiran serba iseng,
momen indah yang sayangnya akhir-akhir ini sangat jarang menghampiri.
Buku adalah setapak bercecabang hutan Bavaria, yang sarat dengan jejak kurcaci dan para peri, ceruk di mana selop kayu Hans dan Gretel meninggalkan bekasnya. Atau hutan hujan tropis, di mana Dian Fosey belajar mengeja bahasa gorila, dan Edward O. Wilson menulis sejarah semut-semut. Hutan yang kaya akan kejutan, ketakjuban baru di tiap tikungnya.
Bagiku, itulah membaca dan buku. Sebuah petualangan. Oleh karena itu, buku yang tak bisa dibaca berkali-kali tanpa menemukan sesuatu yang baru dalamnya, sesungguh-sungguhnya adalah buku yang tak pantas dibaca.
Tak pantas dibaca, bukannya tak pantas ditulis. Siapa juga boleh menulis apapun juga yang terlintas di kepalanya. Itu asasi, kukira. Lagipula, tak semua menulis untuk dibaca. Banyak pula yang menulis untuk bertanya, untuk mencari, untuk menjelajah. Dan tulisan macam demikian, sering tak terelakkan, kemudian jadi bercabang-cabang, tak terstruktur (tak dimaksudkan untuk jadi terstruktur dan memang tak pernah terencana untuk dibikin koheren), dus terkadang membingungkan juga tak nyaman dibaca. Blog ku ini contoh mudahnya.
Mungkin itulah,
Seperti halnya persahabatan, bukupun tak akan pernah terasa menjemukan..
terkadang terdiam,
tertegun,
pun tercengang,
sejenak masuk dalam labirin autistik membaca.
menjelajah relung pemikiran serba iseng,
momen indah yang sayangnya akhir-akhir ini sangat jarang menghampiri.
:: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: :::: ::
Buatku sebuah buku layaknya seorang tua yang berharga..
Sang bijak berjanggut putih panjang yang ingatannya lebih purba dari selimut salju Alpen. Hikayat, legenda dan cerita perjalanan ada terukir pada asap yang mengepul dari pipa panjangnya, lagu dan mitos menari riang mengelilingi kursi goyangnya, bersama harum citrus dan kayu manis.
Sang bijak berjanggut putih panjang yang ingatannya lebih purba dari selimut salju Alpen. Hikayat, legenda dan cerita perjalanan ada terukir pada asap yang mengepul dari pipa panjangnya, lagu dan mitos menari riang mengelilingi kursi goyangnya, bersama harum citrus dan kayu manis.
Buku adalah juga kotak harta, kotak harta yang seperti apapun juga. Peti berdebu di loteng berlantai kayu. Kotak kecil baja yang terangguk-angguk dibawa arus ke pesisir pantai, bau ganggang dan memori akan malam berbadai di mana kapal karam terbawa bersamanya. Atau koper tua yang lama terlupa di salah satu gudang dermaga. Di mana surat-surat cinta, catatan harian tua, dan peta harta berdiam menanti ditemukan seseorang.
Buku adalah setapak bercecabang hutan Bavaria, yang sarat dengan jejak kurcaci dan para peri, ceruk di mana selop kayu Hans dan Gretel meninggalkan bekasnya. Atau hutan hujan tropis, di mana Dian Fosey belajar mengeja bahasa gorila, dan Edward O. Wilson menulis sejarah semut-semut. Hutan yang kaya akan kejutan, ketakjuban baru di tiap tikungnya.
Bagiku, itulah membaca dan buku. Sebuah petualangan. Oleh karena itu, buku yang tak bisa dibaca berkali-kali tanpa menemukan sesuatu yang baru dalamnya, sesungguh-sungguhnya adalah buku yang tak pantas dibaca.
Tak pantas dibaca, bukannya tak pantas ditulis. Siapa juga boleh menulis apapun juga yang terlintas di kepalanya. Itu asasi, kukira. Lagipula, tak semua menulis untuk dibaca. Banyak pula yang menulis untuk bertanya, untuk mencari, untuk menjelajah. Dan tulisan macam demikian, sering tak terelakkan, kemudian jadi bercabang-cabang, tak terstruktur (tak dimaksudkan untuk jadi terstruktur dan memang tak pernah terencana untuk dibikin koheren), dus terkadang membingungkan juga tak nyaman dibaca. Blog ku ini contoh mudahnya.
Mungkin itulah,
Seperti halnya persahabatan, bukupun tak akan pernah terasa menjemukan..
Comments