Perjalanan

Saya ini hanyalah si tukang cerita, yang kerjanya duduk di pinggir keramaian dan mengamati. Si silent di tengah keramaian. Saya sama sekali bukan pemain dalam makna kontemporer – pun tidak berperan dalam pembentukan peristiwa atau karakter banyak orang. Hanya merekam apa yang saya lihat, dengan segala keterbatasan memori saya.

Dulu saya berpikir, saya-lah pihak yang aktif, bergerak, berpikir dan tak henti mencatat. Mengumpulkan cerita demi cerita yang kemudian akan saya tuliskan, disusun dan diurutkan untuk kemudian diceritakan kembali. Tapi ternyata saya salah. Kisah-kisah yang berkeliaran di dunia ini ternyata punya eksistensi sendiri. Tadinya mungkin mereka hanya potongan kisah hidup, anekdot-anekdot kecil yang muncul mewarnai perjalanan saya; tapi ternyata mereka menjadi nyata, hingga saya tidak bisa lagi mengontrol atau menentukan apa yang terjadi pada mereka.

Orang-orang dan pengalaman-pengalaman tertentu menjadi begitu kuatnya dan tidak terlupakan, sarat dengan cinta atau kepahitan yang tertanam begitu dalam di pikiran saya, dan tinggal di sana serta berkembang hingga mereka (atau saya) siap. Begitu banyak karakter dan tempat yang penuh cerita, hingga kadang-kadang saya bingung memutuskan siapa dan apa yang harus saya tulis. Merisaukan memang, karena terkadang mereka seperti mengerubung berebut perhatian.

Stasiun dan bandara adalah salah satu tempat favorit saya untuk memperhatikan orang. Saat berdiri di tengah hiruk pikuk keramaian adalah kesempatan untuk melihat dan mendengarkan. Seolah-olah saya diberi kesempatan untuk mengintip kehidupan orang lain: begitu membuat penasaran, dan juga tidak pernah utuh, karena saya tahu - begitu orang-orang itu bergerak berlalu, saya tidak akan pernah bisa menyatukan kepingan-kepingan kisah mereka.

Jadi-lah, saya duduk di pinggir keramaian, mengamati, dan kadang-kadang terpaksa mengalihkan pandangan agar tidak terlalu lama bertubrukan dengan kepahitan hidup yang begitu menyiksa.

Mempunyai imajinasi tinggi memang ada untung ruginya: kadang kita jadi bisa melihat dan merasakan sesuatu secara dekat. Dan bila ini terjadi, kita dihadapkan pada kenyataan yang seringkali tak ingin diketahui – apalagi dipahami – orang-orang di sekitarnya.

Melihat dengan mata.

Dengan hati.

Comments

Popular Posts